Selasa, 26 April 2011

Menuntut Ilmu di Masa Muda | www.almakassari.com - www.alghuroba.co.nr - www.salafymakassar.co.nr

Menuntut Ilmu di Masa Muda | www.almakassari.com - www.alghuroba.co.nr - www.salafymakassar.co.nr

Jeritan Anak Muda //By. www.almakassari.com

Siang datang bukan untuk mengejar malam, malam tiba bukan untuk mengejar siang. Siang dan malam datang silih berganti dan takkan pernah kembali lagi. Menanti adalah hal yang paling membosankan, apalagi jika menanti sesuatu yang tidak pasti. Sementara waktu berjalan terus dan usia semakin bertambah, namun satu pertanyaan yang selalu mengganggu "Kapan aku menikah??".
Resah dan gelisah kian menghantui hari-harinya. Manakala usia telah melewati kepala tiga, sementara jodoh tak kunjung datang. Apalagi jika melihat disekitarnya, semua teman-teman seusianya, bahkan yang lebih mudah darinya telah naik ke pelaminan atau sudah memiliki keturunan. Baginya, ini suatu kenyataan yang menyakitkan sekaligus membingungkan. Menyakitkan tatkala masyarakat memberinya gelar sebagai "bujang lapuk" atau"perawan tua" , "tidak laku".Membingungkan tatkala tidak ada yang mau peduli dan ambil pusing dengan masalah yang tengah dihadapinya.
Apalagi anggapan yang berkembang di kalangan wanita, bahwa semakin tua usia akan semakin sulit mendapatkan jodoh. Sehingga menambah keresahan dan mengikis rasa percaya diri. Sebagian wanita yang masih sendiri terkadang memilih mengurung diri dan hari-harinya dihabiskan dengan berandai-andai.
Ini adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri sebab hal ini bisa saja terjadi pada saudari kita, keponakan, sepupu atau keluarga kita. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini, tingginya batas mahar dan uang nikah yang ditetapkan. Hal ini banyak terjadi dinegeri kita -khususnya di daerah sulawesi-. Telah banyak kisah para pemuda yang sudah ingin sekali menikah, mundur dari lamarannya hanya karena tidak mampu menghadapi mahar yang ditetapkan. Setan pun mendapatkan celah untuk menggelincirkan anak-anak Adam sehingga melakukan perkara-perkara terlarang mulai dari kawin lari sampai pada perbuatan-perbuatan yang hina (zina), bahkan sampai menghamili sebagai solusi dari semua ini. Padahal agama yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina, mendekati saja diharamkan,
"Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.". (QS. Al-Israa’:32 )
Al-Allamah Muhammad bin Ali Asy-Syaukaniy-rahimahullah- berkata, "Di dalam larangan dari mendekati zina dengan cara melakukan pengantar-pengantarnya terdapat larangan dari zina –secara utama-, karena sarana menuju sesuatu, jika ia haram, maka tujuan tentunya haram menurut konteks hadits".[Lihat Fathul Qodir (3/319)]
Pembaca yang budiman, sesungguhnya islam adalah agama yang mudah; Allah I telah anugerahkan kepada manusia sebagai rahmat bagi mereka. Hal ini nampak jelas dari syari’at-syari’at dan aturan yang ada di dalamnya, dipenuhi dengan rahmat, kemurahan dan kemudahan. Allah I telah menegaskan di dalam kitab-Nya yang mulia,
"Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah; Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)". (QS.Thohaa :1-3)
Allah I berfirman
"Allah tidak menghendaki menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur."(QS. : Al-Maidah: 6)
Namun sangat disayangkan kalau kemudahan ini, justru ditinggalkan. Malah mencari-cari sesuatu yang sukar dan susah sehingga memberikan dampak negatif dalam menghalangi kebanyakan orang untuk menikah, baik dari kalangan lelaki, maupun para wanita, dengan meninggikan harga uang pernikahan dan maharnya yang tak mampu dijangkau oleh orang yang datang melamar. Akhirnya seorang pria membujang selama bertahun-tahun lamanya, sebelum ia mendapatkan mahar yang dibebankan. Sehingga banyak menimbulkan berbagai macam kerusakan dan kejelekan, seperti menempuh jalan berpacaran. Padahal pacaran itu haram, karena ia adalah sarana menuju zina. Bahkan ada yang menempuh jalan yang lebih berbahaya, yaitu jalan zina !!
Di sisi yang lain, hal tersebut akan menjadikan pihak keluarga wanita menjadi kelompok materealistis dengan melihat sedikit banyaknya mahar atau uang nikah yang diberikan. Apabila maharnya melimpah ruah, maka merekapun menikahkannya dan mereka tidak melihat kepada akibatnya; orangnya jelek atau tidak yang penting mahar banyak !! Jika maharnya sedikit, merekapun menolak pernikahan, walaupun yang datang adalah seorang pria yang diridhoi agamanyadan akhlaknya serta memiliki kemampuan menghidupi istri dan anak-anaknya kelak. Padahal Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-telah mamperingatkan,
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ فَزَوِّجُوْهُ . إِلَّا تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيْ الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
"Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi "[HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085), dan Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1022)]
Jadi, yang terpenting dalam agama kita adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan ketaqwaan dan kesholehan dari sepasang suami istri adalah modal surgawi, yang akan melahirkan kebahagian, kedamaian, kemuliaan, dan ketentraman. Namun sangat disayangkan sekali, realita yang terjadi di masyarakat kita, jauh dari apa yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hanya karena perasaan "malu" dan "gengsi" hingga rela mengorbankan ketaatan kepada Allah; tidak merasa cukup dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan dalam syari’at-Nya. Mereka melonjakkan biaya nikah, dan mahar yang tidak dianjurkan di dalam agama yang mudah ini. Akhirnya pernikahan seakan menjadi komoditi yang mahal, sehingga menjadi penghalang bagi para pemuda untuk menyambut seruan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa akan menjadi perisai baginya". [HR. Al-Bukhoriy (4778), dan Muslim (1400), Abu Dawud (2046), An-Nasa'iy (2246)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah menganjurkan umatnya untuk mempermudah dan jangan mempersulit dalam menerima lamaran dengan sabdanya,
مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَسْهِيْلُ أَمْرِهَا وَقِلَّةُ صَدَاقِهَا
"Diantara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit maharnya". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (24651), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2739), Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14135), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (4095), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3/158), Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (469). Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (2231)]
Oleh karena itu, pernah seseorang datang kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- seraya berkata,"Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita." Beliau bersabda, "Engkau menikahinya dengan mahar berapa?" orang ini berkata:"empat awaq (yaitu seratus enam puluh dirham)". Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
عَلَى أَرْبَعِ أَوَاقٍ ؟ كَأَنَّمَا تَنْحِتُوْنَ الْفِضَّةَ مِنْ عَرْضِ هَذَا الْجَبَلِ مَا عِنْدَنَا مَا نُعْطِيْكَ وَلَكِنْ عَسَى أَنْ نَبْعَثَكَ فِيْ بَعْثٍ تُصِيْبُ مِنْهُ
"Dengan empat awaq (160 dirham)? Seakan-akan engkau telah menggali perak dari sebagian gunung ini. Tidak ada pada kami sesuatu yang bisa kami berikan kepadamu. Tapi mudah-mudahan kami dapat mengutusmu dalam suatu utusan (penarik zakat) ; engkau bisa mendapatkan (empat awaq tersebut)". [HR, Muslim(1424)].
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof An-Nawawiy-rahimahullah- berkata tentang sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang kami huruf tebalkan, "Makna ucapan ini, dibencinya memperbanyak mahar hubungannya dengan kondisi calon suami".[Lihat Syarh Shohih Muslim (6/214)]
Perkara meninggikan mahar, dan mempersulit pemuda yang mau menikah, ini telah diingkari oleh Umar -radhiyallahu ‘anhu-. Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَلَا لَا تَغَالُوْا بِصُدُقِ النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرَمَةً فِيْ الدُّنْيَا أَوْ تَقْوًى عِنْدَ اللهِ لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا النََّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصْدَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا أُصْدِقَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشَرَ أُوْقِيَةٌ
"Ingatlah, jangan kalian berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada wanita karena sesungguhnya jika hal itu adalah suatu kemuliaan di dunia dan ketaqwaan di akhirat, maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang palimg berhak dari kalian. Tidak pernah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memberikan mahar kepada seorang wanitapun dari istri-istri beliau dan tidak pula diberi mahar seorang wanitapun dari putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama dengan 40 dirham)" .[HR.Abu Dawud (2106), At-Tirmidzi(1114),Ibnu Majah(1887), Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3204)]
Pembaca yang budiman, pernikahan memang memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya karena materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah. Yang jelas ia adalah seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang menegakkan tauhid di atas muka bumi ini.
Oleh karena itu, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- perkah bersabda,
ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُ الْغَازِيْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ التَّعَفُّفَ
"Ada tiga orang yang wajib bagi Allah untuk menolongnya: Orang yang berperang di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang menikah yang ingin menjaga kesucian diri". [HR. At-Tirmidziy (1655), An-Nasa'iy (3120 & 1655), Ibnu Majah (2518). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3089)]
Orang tua yang bijaksana tidak akan tentram hatinya sebelum ia menikahkan anaknya yang telah cukup usia. Karena itu adalah tanggung-jawab orang tua demi menyelamatkan masa depan anaknya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran orang tua semua untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Ingatlah sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
"Agama adalah mudah dan tidak seorangpun yang mempersulit dalam agama ini, kecuali ia akan terkalahkan". [HR. Al-Bukhary (39), dan An-Nasa'iy(5034)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan umatnya untuk menerapkan prinsip islam yang mulia ini dalam kehidupan mereka sebagaimana dalam sabda Beliau,
يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا
"permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari". [HR.Al-Bukhary(69& 6125), dan Muslim(1734)]
Syaikh Al-Utsaimin-rahimahullah- berkata, "Kalau sekiranya manusia mencukupkan dengan mahar yang kecil, mereka saling tolong menolong dalam hal mahar(yakni tidak mempersulit) dan masing-masing orang melaksanakan masalah ini, niscaya masyarakat akan mendapatkan kebaikan yang banyak, kemudahan yang lapang, serta penjagaan yang besar, baik kaum lelaki maupun wanitanya".[Lihat Az-Zawaaj]
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 54 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Sakit Hati | www.almakassari.com - www.alghuroba.co.nr - www.salafymakassar.co.nr

Sakit Hati | www.almakassari.com - www.alghuroba.co.nr - www.salafymakassar.co.nr

Sabtu, 16 April 2011

Berkah Sebuah Ketaqwaan

Ada seorang Pemuda yang Bertaqwa,tetapi dia sangat lugu. Suatu kali ia belajar pada seorang Syaikh. Setelah lama menuntut ilmu, sang Syaikh menasehati dia dengan teman-temannya. "kalian tidak boleh menjadi beben orang lain. Sesungguhnya seorang alim yang menadahkan tangannya kapada orang-orang yang berharta, tak ada kebaikan dalam dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing-masing. Sertakanlah selalu ketaqwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut."

Maka pergilah pemuda tadi manemui ibunya seraya bertanya: "Ibu, apakah pekerjaan yang dulu di kerjakan ayahku?" sambil bergetar ibunya menjawab: " Ayahmu sudah meninggal apa urusanmu dengan pekerjaan ayahmu?"  Si pemuda ini terus memaksa untuk diberitahu, tetapi si Ibu selalu mengelak. Namun akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengan nada jengkel dia berkata: "Ayahmu dulu seorang pencuri".

Pemuda itu berkata  ; "Guruku memerintahkan kami murid-muridnya untuk bekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketaqwaan kepada ALLAH dalam menjalankan pekerjaan tersebut."

Ibunya menyela : "Hey apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketaqwaan?" kemudian anaknya dengan begitu polos menjawab : "ya begitu kata guruku." lalu ia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana para pencuri itu melakukan aksinya. Sekarang ia mengetahui tehnik mencuri. Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudian shalat isya' dan menunggu sampai semua orang tertidur. Sekarang dia keluar rumah untuk menjalankkan profesi ayahnya, seperti perintah sang guru (syaikh). Dimulialah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masuk ke dalam rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertaqwa. Padahal mengganggu tetangga tidaklah termasuk taqwa. Akhirnya, rumah tetangga itu ditinggalkannya. Lalu ia melewati rumah lain, ia berbisik pada dirinya : "Ini rumah anak yatim". Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang pedagang kaya yang tidak ada penjaganya. Orang-orang sudah tahu bahwa pedagang itu memiliki harta yang melebihi kebutuhanya. "ha disini, gumannya". Pemuda tadi memulai aksinya. Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang disiapkannya. Setalah berhasil masuk, rumah itu ternyata besar dan banyak kamarnya. Dia berkeliling dalam rumah, sampai menemukan tempat penyimpanan harta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya emas, perak dan uang tunai dalam jumlah yang banyak . Dia tergoda untuk mengambilnya. lalu dia berkata : "eh,jangan,syaikhku berpesan agar aku selalu bertaqwa. Barangkali pedagang ini belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu".

Dia mengambil buku-buku catatan di situ dia menghidupkan lentera kacil yang di bawahnya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung. dia pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dia hitung semua harta yang ada dan memperkirakan ada berapa zakatnya. Kemudian dia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan menghabiskan waktu berjam-jam. saat menoleh, dia lihat fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri : " Ingat taqwa kepada ALLAH! kau harus melaksanakan shalat dulu!" Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melaksanakan shalat sunnah. Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun. Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan ada orang yang sedang melaksanakan shalat. Istrinya Bertanya : "Apa ini?" Dijawab suaminya : "Demi ALLAH, aku juga tidak tahu". Lalu dia menghampiri pencuri itu : "kurang ajar, siapa kau dan ada apa ini?" Si pencuri berkata : " Shalat dulu baru bicara. Ayo pergilah Berwudhu' lalu shalat bersama. Tuan rumahlah yang berhak jadi imam.

Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah mengikuti kehendaknya. Tetapi wallahu a'lam  bagaimana ia bisa shalat. Selesai shalat ia bertanya :"sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa urusanmu?", Dia menjawab : " saya ini pencuri". " lalu apa yang kau perbuat dengan buku-buku catatanku itu?", tanya tian rumah lagi. Si pencuri menjawab : "Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama 6 tahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat menberikannya kepada orang yang berhak". Hampir saja tuan rumah itu dibuat gila karena terlalu keheranan. Lalu dia berkata : " hai, ada apa denganmu sebenarnya. Apa kau ini gila?".  Mulailah si pencuri itu bercerita dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui ketepatan serta kepandaiannya dalam menghitung, juga kejujuran kata-katanya, juga mengetahui mamfaat zakat, dia pergi menemui istrinya. Mereka berdua di karuniai seorang putri. Setelah keduanya berbicara, tuan rumah kembali menemui si pencuri, kemudian berkata : " Bagaimana sekiranya kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkat engkau menjadi sekretaris dan juru hitungku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah ini. Kau ku jadikan mitra bisnisku." Ia menjawab : " Aku setuju". Di pagi hari itu pula sang tuan rumah memanggil para saksi untuk acara akad nikah puterinya. End//